AHLAN WA SAHLAN HUNAA....

Senin, 09 Agustus 2010

Ramadhan (Honest Month) I love you

Ada sebuah cerita berhikmah bahwa suatu ketika Imam Hasan Al Bashri Rahimahullah mendekati seorang anak yang sedang menggembalakan puluhan domba milik majikannya. Sang imam membujuk agar anak itu bersedia menjual seekor domba gembalaannya kepadanya untuk menguji kejujurannya. 
Namun sang anak gembala yang tidak mengetahui kalau pria itu adalah Imam Hasan Al Bashri menolaknya dengan alasan bahwa domba-domba itu bukan miliknya. Hasan Al Bashri terus membujuk dengan berkata, “Bukankah majikanmu tidak akan mengetahui kalau dombanya dijual satu ekor saja.”
Sang anak gembala pun menjawab, “Memang majikan saja tidak tahu, tapi Allah yang berada di atas langit sana pasti maha mengetahuinya.” Ia pun menunjuk ke arah langit. Melihat kejujuran anak gembala itu, sang Imam terkesima lalu memeluk dan menciumi kepala anak itu. Bahkan dalam sebuah riwayat beliau juga berdoa bagi kebaikan anak gembala itu. 
Kalau kita renungkan sejenak, kejujuran seperti yang dimiliki anak tersebut bisa dikatakan sangat langka. 
Bahkan saat ini negara kita sulit mencari manusia-manusia yang memiliki sifat mulia seperti ini. Hal itu dapat diukur dari semakin maraknya praktek korupsi, kolusi, manipulasi, dan budaya ‘mark-up’ di negeri ini.
Kejujuran merupakan salah satu sifat utama yang harus dimiliki orang-orang beriman. Begitu pentingnya sifat mulia itu, sehingga tidak kurang dari 145 kali disebut dalam Al Quran. di antaranya firman Allah yang berbunyi; 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
"wahai orang-orang yang beriman, bertakwala kamu sekalian kepada Allah swt. dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur."
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam pun memerintahkan umatnya untuk berbuat jujur sebagaimana sabdanya : 
وإياكم والصّدق فإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا
“Hendaklah kalian berlaku jujur karena sesungguhnya kejujuran itu mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu mengantarkan (pelakunya) ke syurga,” (HR Bukhari).
Imam Hasan bin Ali pernah ditanyakan oleh seorang sahabat; 
ما حفظتَ من رسول الله صلى الله عليه و سلم ؟ قال حفظت من رسول الله صلى الله عليه و سلم دع ما يريبك إلى مالا يريبك فإن الصدق طمأنينة وإن الكذب ريبة
"apakah yang kau hafal (pelihara) dari Rasulullah saw? saya hafal dari Rasulullah saw. tinggalkan apa yang meragukanmu pada apa yang tidak meragukanmu, kejujuran adalah ketenangan sedangkan kebohongan adalah keragu-raguan.?"
Puasa dan kejujuran adalah dua kata yang berbeda namun memiliki persamaan mendasar terkait dengan implementasi antara keduanya, bahkan yang satu merupakan bagian yang lain. 
Seorang ulama menyatakan bahwa hakikat kejujuran ialah mengatakan sesuatu dengan apa adanya di tempat (situasi) yang tidak ada yang dapat menyelamatkannya kecuali kedustaan. 
Ketika kita berpuasa, tidak dapat dipungkiri bahwa akan begitu banyak kesempatan untuk tidak jujur. Mulai dari yang bersangkutan dengan makan dan minum hingga yang paling spele namu paling berat kita tinggalkan yaitu berkata dusta atau bohong. 
Ibadah puasa yang kita laksanakan pada bulan Ramadhan merupakan sarana untuk melatih kita berbuat jujur. Sebab hanya kita sendiri dan Allah SWT lah yang mengetahui bahwa kita benar-benar berpuasa atau tidak.
Ketika kita puasa tidak ada ustadz/ah yang mengawasi kita atau penilik yang menilai puasa kita, atau mungkin intelijen yang memata-matai kita. Setiap orang bebas dan bersifat pribadi antara Allah SWT dan dia. Allah swt berfirman dalam Hadits Qudsiy; 
الصوم لي وأنا أجزي به يدع شهوته وأكله وشربه من أجلي... 
“(ibadah) Puasa itu adalah untukku, dan Akulah yang akan membalasnya, dia (orang yang berpuasa) meninggalkan hawa nafsunya; makan dan minumnya karena Aku....” 
apabila ditinjau dari sudut psikis Hadits Qudsi di atas mengarahkan kita kepada perasaan selalu bersama Allah swt. (Muraqabatullah). jadi orang yang berpuasa akan senantiasa merasa bahwa puasanya itu hanya untuk Allah meskipun tidak ada orang yang mengetahui apakah ia berpuasa. ini adalah motivasi kejujuran paling tinggi dari seluruh motivasi yang ada. 
di sisi lain, puasa yang dimaksudkan dalam Islam bukanlah sekedar menahan dari lapar dan dahaga ataupun bergaul dengan istri saja. Namun ia adalah suatu ibadah yang hampir seluruhnya berkaitan dengan kesabaran dan kejujuran. Puasa secara khusus mengarah kepada terapi dan pendidikan dalam rangka mendapatkan kedua sifat yang berasal dari hati ini. Oleh karena itu, Rasulullah saw, bersabda;
كم من صائم ليس له من صومه إلا العطش والجوع...
“Banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali haus dan lapar.” (al hadits shahih)
Dapat dipahami dari hadits ini, bahwa puasa orang yang hanya menahan diri dari dahaga dan lapar adalah sia-sia dan tidak ada gunanya. Yang ia dapat hanyalah rasa lapar dan dahaga karena tidak makan seharian. Sedangkan hakikat puasa belum ia dapatkan. 
Memang secara hukum puasa yang ia lakukan tidak batal (dalam arti fisik) ketika berbuat dusta, namun ibadah puasanya telah rusak, artinya ia tidak mendapatkan pahala, meskipun ia telah merasakan haus dan lapar saharian. 
Dari Abi Ubaidah RA. “Saya mendengar Rasulullah bersabda, ‘Puasa adalah perisai selama yang bersangkutan tidak merusak’. Lalu ada yang bertanya, ‘Dengan apa merusaknya?’ Jawab Rasulullah SAW. ‘Dengan berbohong atau bergunjing’” Hadits riwayat An Nasa’i, Baihaqi, Ibnu Huzaimah, dan Tahbrani.

Ada cerita masyhur lagi yang disebutkan Al Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumudin dalam bab Muraqabatullah, tentang ulama besar yang memiliki begitu banyak santri yang belajar kepadanya. Dari sekian banyak santri itu, ternyata bapak Kyai ini sengat perhatian kepada satu orang santri yang tidak diketahui asal-usulnya dan bagaimana keluarganya. Ia sangat mencintai dan menyayangi murid ini sehingga menimbulkan pertanyaan dan keirian hingga pada ustudz-ustadz senior yang lain. 
Setelah begitu banyak protes dan masukan dari penduduk pesantren, karuan ja, ada yang bilang pak Kyai pilih kasih, pak kyai tidak adil, pak kyai begini... pak kyai begitu.... bermacam-macam perkataan yang tidak pantas diucapkan kepada seorang guru telah banyak didengar oleh sang kyai bijaksana ini. 
Maka bukannya marah, akan tetapi sang kyai mengumpulkan seluruh civitas pesantren kemudian mengumumkan di depan mereka; 
"Aku telah banyak mendengar hal-hal yang kalian ucapkan tentang diriku. Pesanku yang perlu kalian ingat sebagai penuntut ilmu, baik santri maupun ustadz, adalah bahwa perkataan-perkataan seperti itu tidaklah pantas kalian ucapkan kepada seorang guru. 
Kemudian apabila kalian mempertanyakan perlakuanku terhadap si fulan, dan penghususannya di mataku dari santri dan ustadz yang lain, maka hari ini aku akan membuktikan kepada kalian mengapa aku berbuat demikian..."
"Ketahuilah, bahwa hari ini aku ingin mengadakan sayembara yang akan menjadi bukti siapa yang lebih utama di antara kalian. sayembara ini adalah sayembara menyembelih ayam. tidak begitu istimewa. tapi aku hanya minta satu persyaratan, yaitu kalian harus menyembelih ayam-ayam ini tanpa ada yang melihat kalian menyembelihnya." 
maka dibagikanlah ayam-ayam beserta pisaunya kepada setiap satri dan ustadz..... 
ada yang pergi ke gunung, gak ada orang langsung sikat. ada yang pergi kelaut, gak ada orang langsung sikat, ada yang pergi ke kamar mandi, dan lain sebagainya..... 
selang beberapa jam, datanglah para santri dan ustadz dengan membawa ayam yang sudah mati disembelih. namun tidak seperti yang disangka para santri dan ustadz lainnya, santri kesayangan kyai tidak menyembelih ayam yang ia bawa. semua terheran dan bertanya-tanya. bahkan ada yang mengatakan. "huh,,, itu kah santri istimewa? menyembelih ayam aja gak bisa, gimana bisa jadi kyai ntar...? 
pada saat yang bersamaan ternyata sang kyai hanya tersenyum kecil. Ternyata, keputusan sang anak pilihan seperti yang ia perkirakan sebelumnya bahwa anak itu tidak dapat menyembelih ayam itu. tapi bukan kerena tidak bisa, tapi karena ia tidak dapat memenuhi syarat untuk menyembelih ayam itu, ia tidak dapat menemukan tempat yang tidak ada satu pun yang tidak melihatnya......
santri itu ditanya kenapa dia tidak menyembelih ayam itu? ia menjawab "ketahuilah, bahwa aku sudah mencari tempat yang tidak ada satupun yang dapat melihat aku menyembelih ayam ini. aku pergi ke gunung, laut, kamar, gua, hutan, sungai, di balik batu dan tempat lain yang kalian pasti tidak sanggup mengetahuinya, tapi aku tetap merasa bahwa Allah selalu melihatku. jadi aku putus asa dan tidak bisa memenuhi sayembara yang dipesankan bapak Kyai......? 
SUBHANALLAH....! BEGITULAH KEJUJURAN YANG DILANDASI DENGAN MUROQABATULLAH...... kejujuran yang terlahir dari ma'iyyatullah, kejujuran yang muncul karena perasaan selalu bersama Allah yang Maha Melihat lagi Maha Mengetahui... 
semoga di bulan suci Ramadhan ini ini kita dapat senantiasa merasa bahwa Allah swt. selalu mengawasi kita.....



Dari Abi Ubaidah RA. “Saya mendengar Rasulullah bersabda, ‘Puasa adalah perisai selama yang bersangkutan tidak merusak’. Lalu ada yang bertanya, ‘Dengan apa merusaknya?’ Jawab Rasulullah SAW. ‘Dengan berbohong atau bergunjing’” Hadits riwayat An Nasa’i, Baihaqi, Ibnu Huzaimah, dan Tahbrani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan isi komentar antum antunna di sini: