AHLAN WA SAHLAN HUNAA....

Selasa, 13 Oktober 2020

Saya Seorang Hanafi, Sedang Rasulullah Syafi'i dan Allah Maliki

Sebelum pembaca yang budiman melanjutkan, mohon kiranya untuk menenangkan hati dan menjernihkan fikiran sehingga lebih berhati - hati dalam menyimpulkan judul di atas. Syukur alhamdulillah jika pembaca sudah dapat memahami maksudnya terlebih dahulu sebelum melanjutkan membaca karena anda tidak perlu membuang - buang waktu anda yang sangat berharga untuk membaca tulisan yang sangat sederhana ini. Namun jika anda masih penasaran, marilah kita lanjutkan dengan Bismillahirrahmanirrahim.
 
Sebagai seorang Maduranian, masih segar dalam ingatan saya bagaimana kerasnya 'perbedaan' antara NU dan Muhammadiyah. Dibesarkan oleh keluarga NU, saya pribadi yang saat itu baru mau beranjak dewasa dan masih sangat awam tentang islam merasa bahwa perbedaan cara pandang sebagian pengikut kedua organisasi ini seakan sudah menjadi perbedaan ideologis. Tidak heran jika sampai ada yang mengarang sebuah anekdot bahwa di Mudara yang mayoritas NU, 98 % nya adalah orang lslam dan 2% nya adalah Muhammadiyah. 

Meskipun anekdot tersebut hanya karangan belaka, dan yang pasti juga jumlah persentase yang disebutkan sama sekali tidak akurat, namun begitulah sebenarnya gambaran kenyataan yang ada dalam kehidupan masyarakat awam Madura pada umumnya. Perbedaan pemahaman tentang lslam dari kedua organisasi ini sudah semakin jauh sehingga 'keretakan' pada umat yang tampak seakan hanya sebuah garis halus di permukaan, namun yang terjadi di dalamnya adalah jurang pemisah yang mengkotak - kotakkan. 

Mengapa saya menyimpulkan demikian, karena apa yang saya alami ketika baru mengenal adanya beberapa perbedaan dari dua organisasi ini memanglah demikian adanya. Bisa dibayangkan bagaimana saya yang masih belia dalam belajar ketika itu merasa orang yang tidak qunut subuh, shalat subuhnya tidak sah dan tidak diterima. Atau orang yang tidak tahlilan adalah orang fasiq, buruk atau setidaknya pemalas dalam beragama atau orang yang hari rayanya duluan puasa ramadhannya selama sebulan sia - sia. Dan perbedaan - perbedaan lainnya yang semua itu hanya bersifat perbedaan fiqih dan furu'iyah saja. 

Semakin lama belajar, ternyata saya malah menemukan bahwa dalam agama kita yang hanif ini bukan hanya ada NU dan Muhammadiyah. Ada begitu banyak gerakan dan organisasi yang semuanya berintima' atau berafiliasi pada Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang pada awalnya saya pahami hanya dimiliki oleh warga Nahdhiyin. 

Dan yang lebih menariknya lagi, semua gerakan dan organisasi itu bermuara pada perbedaan 4 mazhab besar Ahlu Sunnah Wal Jamaah; Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali yang rupanya nama - nama para imam madzhabnya sudah sangat familiar di telinga saya sejak saya duduk di sekolah tingkat menengah pertama. 

Di fase inilah saya baru memahami bahwa 'perseteruan' antara NU dan Muhammadiyah ini hanyalah sebuah riak kecil dari riak - riak yang ada pada hamparan agama yang syamil-mutakamil ini. Riak - riak itu rupanya juga terkotak - kotakkan. Mulai dari ranah fiqih, siyasah, dakwah, bahkan hingga akidah. Bukan hanya terjadi pada orang - orang awam seperti saya saja, namun juga pada para ulamanya. Bukan hanya akar rumput dan pengikut bawah saja, namun juga para pemimpin dan pembesarnya. Mirisnya lagi, seakan semua riak itu terbiarkan begitu saja sehingga umat yang sebenarnya besar ini begitu mudah diombang ambingkan bagai buih di lautan sebagaimana diisyaratkan Rasul saw. 

Jangankan mau maju dan berkembang memimpin dunia seperti sedia kala, menjaga agama dan umat dalam harmoni dan kesatuan saja kita masih belum bisa. Padahal jika umat ini bersatu, riak - riak kecil itu bisa menjadi gelombang yang dapat meninggikan derajatnya dan menenggelamkan musuh - musuhnya.

Begitulah teorinya. Sekali lagi itu hanya teori. Di mana - mana memang begitu. Umat lain pun jika bersatu akan bisa mengalahkan umat yang bercerai - berai. Pertanyaannya, siapakah yang lebih pantas dan seharusnya bersatu? Bukankah hanya agama kitalah yang Allah ridhai? Bukankah hanya agama inilah yang paling sempurna mencakup segala aspek kehidupan? Bukankah, bukankah, bukankah? Masalahnya maukah kita bersatu? 

Tidakkah sudah saatnya kita menyadari bahwa riak - riak perbedaan di tubuh umat ini adalah unsur yang menandakan bahwa umat ini masih hidup dan suatu saat ia akan menjadi gelombang besar yang akan memimpin dunia? Bukankah sudah saat nya kita mengajarkan pada generasi penerus kita untuk memahami lebih dini tentang madzhab - madzhab dan perbedaan - perbedaan cara pandang yang ada pada umat ini sehingga mereka bisa lebih siap untuk saling tolong-menolong dalam hal yang disepakati dan saling memahami serta bertoleransi dalam perbedaan - perbedaan. 

Judul di atas adalah sepotong ilmu yang baru saja saya dapatkan dari seorang supir taksi yang mengantarkan saya pulang-pergi dari Mekkah ke Jeddah karena urusan pekerjaan. 

Supir taksi Pakistani yang saya panggil Arshad Bhai ini tiba - tiba bertanya di sela - sela obrolan kami sepanjang Mekkah - Jeddah, 'Anta Hambali, wa la Maliki, wa la Syafii?' tanyanya menelisik. 'Ana Syafii.' Jawab saya singkat dan penuh keyakinan. Saya pikir pertanyaan itu akan berlanjut pada pembahasan perbedaan antar madzhab, atau kenapa saya syafii, atau siapa atau madzhab apa yang lebih baik di antara 4 madzhab yang ada. Namun ternyata dia malah mengatakan sebuah kalimat yang saya jadikan judul di atas. 'ANA HANAFl, RASULULLAH SYAFll, DAN ALLAH MALlKl'. Terang Arshad Bhai lebih yakin dan tegas dari saya. Saya pun mengernyitkan dahi mencoba memahami dan mengeja kata per kata. Hasilnya nihil bahkan salah memahami. Arshad Bhai kedua kalinya menegaskan kalimat itu dan menantang saya untuk memahaminya selama 5 menit. Tapi saya menyerah dalam 3 menit pada rasa penasaran dan keingin tahuan tentang apa yang ada di balik kalimat itu. 

Tanpa menunggu hingga 5 menit, Arshad Bhai yang ternyata adalah lulusan Magister Fakultas Syariah di Ummul Qura itu akhirnya menjelaskan;
 
'Saya adalah hanafi karena saya muslim. Sebab lslam adalah agama hanifan; yang hanif. Bukankah kita selalu membacanya setiap shalat setelah takbiratul ihram?' sampai di sinilah baru saya tersentak dan memahami seluruh maksud dari kalimat itu. 'Rasul adalah syafi'i' artinya pemberi syafaat saya, dan Allah Maliki artinya Allahlah Malik saya serta alam semesta. 

Saat itulah saya menyadari, begitu dalamnya perbedaan - perbedaan itu tertanam di alam bawah sadar saya hingga semua itu melupakan saya akan 3 hal itulah yang sebenarnya telah lama menyatukan umat ini dalam segala perbedaan di dalamnya; lslam, Rasul, dan Rabb kita. 

Saya meyakini masih sedikit juga yang menyadari semua itu hingga saat ini, oleh karena itu saya berinisiatif untuk menuliskannya dalam tulisan singkat ini. Jika pembaca sekalian merasa beristifadah atau mengambil manfaat dari tulisan ala kadarnya ini, mohon kesudiannya untuk menyelipkan doa baik untuk Arshad Bhai dan keluarga, serta menyebarkannya jika dirasa layak dan diperlukan. 

Sekiranya sekian saya cukupkan tulisan ini semoga bermanfaat. Yang benar datang hanya dari Allah dan yang salah dari saya pribadi. 

lMAM GAZALl

MAKKAH - 28 Sept 2020
sile bace lengkapnye >>

Sabtu, 13 Oktober 2018

Madu Seorang Muslim dari Ibu Kota Dagestan.

Bismillah! 
Rasulullah -saw-, pernah bersabda dalam hadits yang diriwayatkn Imam Ahmad dalam Musnadnya. 

إذا أراد الله بعبد خيرا عسله ، قيل : يا رسول الله ، وما عسله ؟ قال : يفتح الله له عملا صالحا قبل موته ثم يقبضه عليه 
أخرجه أحمد في مسنده

"Jika Allah swt menginginkan kebaikan bagi seorang hamba, maka Dia akan meng -'asal- kannya. Apa maksud Allah meng-'asal-kannya wahai Rasul? tanya salah seorang sahabat. Rasul saw menjawab, yaitu Allah membukakan jalan amal shaleh baginya sebelum kematiannya, lalu Dia mematikannya dalam keadaan tersebut." HR. Ahmad.  

'Asal dalam bahasa Arab berarti madu. Sebuah cairan kental dan manis yang sangat bermanfaat bagi manusia hasil produksi hewan kecil ciptaan Allah swt. Suku kata ini juga bisa menjadi sebuah kata kerja; Asala - ya'silu at tha'ama. Artinya memadui makanan. Bisa juga menjadi kata sifat yang bermakna pujian; Ya 'asal wa antal 'asal! Wahai "madu" (orang baik), engkaulah yang "madu" (orang baik).

Suatu waktu, Rasul -saw- juga pernah bersabda pada mantan istri sahabat Rifa'ah Al Qurazhi saat ia ingin kembali kepada mantan suaminya setelah dinikahi Abdurrahman bin Az Zubair; 
"Tidak (boleh), hingga engkau merasakan 'madu'nya (Abdurrahman), dan dia merasakan 'madu'mu. 

Dalam hadits ini, madu yang dimaksud Rasulullah adalah kenikmatan dalam berhubungan antara suami istri. Barangkali dari sini pula lah berawal sebutan syahrul asal alias Honey moon atau bulan madu.

Di dalam Al Quran, Allah swt menyebutkan bahwa selain untuk dinikmati rasa manisnya, cairan yang dikeluarkan dari perut lebah ini juga bisa bermanfaat sebagai obat untuk berbagai macam penyakit. Subhanallah! Maha bijaksana Allah yang telah menciptakan lebah yang darinya dikeluarkan madu.

Oleh karena semua manfaat dan kebaikan yang dihasilkan inilah, maka tidak heran jika Rasulullah -saw-, menyebutkan bahwa perumpaan seorang mukmin adalah bagai seekor lebah yang cinta kebaikan; hanya hinggap dan makan dari yang baik, lalu mengeluarkan yang baik pula, ketika hinggap di suatu ranting pun lebah tidak akan mematahkannya.

Namun meskipun demikian, selain cinta kebaikan dan dapat mengeluarkan madu yang berjuta manfaatnya, seekor lebah juga memiliki sengat menyakitkan yang hanya digunakan saat ia merasa terganggu. Bahkan, sengat ini bisa membuat memar muka atau kepala menusia. Ternyata selain produktifitas yang tinggi dan cinta kebaikan lebah juga memiliki sifat kesatria yang pantang mundur ketika terancam mara bahaya. Begitu pula lah sifat seorang mukmin.

Dua hari terakhir, media sosial dihebohkan dengan sebuah hasil pertandingan yang begitu epic dalam sebuah cabang olahraga keras kickboxing dengan tensi yang cukup tinggi dan mengaduk emosi. Istimewanya, satu dan sekaligus pemenang dari kedua petarung dalam ajang internasional tersebut adalah seorang pemuda Muslim dari Rusia. 

Adalah Khabib Nurmagomedov, seorang petarung UFC (Ultimate Fighting Championship) kelas dunia yang namanya sedang naik daun tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan netizen khususnya kalangan masyarakat medsos muslim dunia. Pasalnya, petarung yang memiliki julukan The Eagle itu dengan garang menghajar rival tarungnya setelah tetap bersikap kalem dan sabar saat diprovokasi dengan aksi - aksi rasis di ajang face-off sebelum pertandingan digelar.

Nama Khabib semakin melambung saat ia berhasil meng-KO-kan lawan yang sombong dan rasis dari Irlandia itu. Menariknya, meskipun tidak pernah kalah dalam 27 pertandingan yang dilakoninya, setiap ingin bertanding Khabib selalu memberi isyarat dengan menunjuk dirinya lalu menggelengkan telunjuk dan kepalanya, kemudian menunjuk sambil melihat ke atas seakan ingin mengatakan bahwa dirinya bukanlah apa - apa, Allah lah yang Maha Kuasa. 
Terlepas dari insiden keributan yang terjadi setelah pertandingan, pertarungan antara Khabib Nurmagomedov dan Conor McGregor menyuguhkan sebuah pertunjukan sekaligus pelajaran yang sangat indah dari seorang petarung asal Makhachkala, Dagestan itu. 

Tumbuh di negara Rusia yang mayoritas penduduknya adalah ateis, di lingkungan keras dan brutal para petarung, Khabib mengajarkan dunia tentang Tauhid. Bertarung dengan petarung sombong dan rasis, Khabib pun mengajarkan tentang kemuliaan dan kerendahan hati. Terlebih dari itu semua, ia mengajarkan kepada kita semua tentang mengajak kepada kebaikan di mana saja kita berada seperti halnya lebah yang penuh dengan nilai - nilai kebaikan. 

Seperti dalam hadits pertama di atas, Rasulullah -saw-, mengumpamakan amal shaleh seseorang dengan madu yang keluar dari dirinya, sehingga itulah yang dapat diambil manfaat dari kehidupan yang dijalaninya selama di dunia. Bahkan meskipun madu itu Allah karuniakan di akhir - akhir masa hidupnya. Dan itulah tanda Allah swt menginginkan kebaikan kepada orang tersebut dan meredhainya. 

Setidaknya, Khabib telah mengingatkan kita tentang hadits madu seorang Muslim. Bahwa jika orang yang beramal shaleh di akhir hayatnya saja menjadi tanda Allah meredhai dan menginginkan kebaikan baginya, bagaimana jika orang tersebut beramal shaleh sejak masa awal ia tumbuh hingga akhir hayatnya? Semoga kita termasuk orang - orang yang senantiasa diberikan taufiq dalam menghasilkan "madu terbaik" hingga akhir hayat kita. Amin. 

Akhukum fillah
Imam Gazali, Makkah 8 Oktober 2018
sile bace lengkapnye >>

Jumat, 04 November 2016

Akhirnya, Singa yang Lelap itu Terbangun Juga.

Bagi para penyusun strategi musuh - musuh Islam yang mengekor pada Barat, gelombang jutaan massa dalam aksi damai pada hari ini, Jumat 4 November 2016 merupakan sebuah kekuatan dahsyat yang sangat menakutkan.

Selama ini, mereka tidak pernah mengira respon umat Islam terhadap "blunder" yang dilakukan salah satu petugas mereka akan begitu besar mengingat di beberapa kesempatan akhir - akhir ini, umat Islam selalu terkesan "masa bodoh" atau bahasa halusnya "bersabar" dengan "kenakalan - kenakalan" yang mereka lakukan kepada Islam dan umat Islam.

Karena memang insiden - insiden provokatif sebelumnya seperti pembakaran mesjid, penangkapan dan pembunuhan guru atau pemuda muslim dengan alasan teroris, pelecehan dan pelarangan adzan, dan lain sebagainya seakan menguap hanya dengan suguhan berita - berita tak bermutu seperti sidang Jessica dan sejenisnya.

Entah sudah seperti apa muka penghina alquran itu dicaci-maki dan dibodoh-bodohkan oleh para petinggi dan jajaran pemegang kebijakan mereka sendiri. Barangkali kalau jadi pembantu sudah babak belur dihajar majikannya. Kasihan sebenarnya. Bos sendiri murka, umat Islam pun murka.

Nasi sudah menjadi bubur, bagaikan singa yang terbangun dari tidurnya, kekuatan umat Islam saat ini menjadi begitu dahsyat dan susah mereka bendung lagi. Salah - salah mereka mengambil langkah, malah justru akan melahirkan kekuatan yang jauh lebih besar lagi.

Mereka menyadari betul konsekuensi konfrontasi dengan gelombang ini sehingga pilihan paling tepat dalam mengatasinya adalah kembali "berdamai". Entah bagaimana caranya, yang penting dapat menenangkan sang singa. Jangan tanya lagi nasib penista Alquran yang sudah melakukan kesalahan fatal itu. Sebanyak apa pun kartu "As" yang dia pegang, tidak akan bisa membayar kesalahan fatal yang dia lakukan sehingga ia bisa lolos dari menjadi umpan yang harus dikorbankan pada singa yang sudah mulai mengamuk. Atau, pilihan lainnya, menunggu waktu untuk mereka habisi sendiri. Bahaya besar bagi mereka jika si mulut kasar itu dibiarkan. Lebih celaka lagi bagi mereka kalau dia tobat.

Bayangkan saja, agenda yang sudah mereka susun rapi, dana besar yang sudah dihabiskan, waktu dan pikiran yang sudah dikorbankan, kemenangan yang tinggal beberapa langkah lagi, semua itu harus kandas karena sang singa telah terbangunkan oleh anak buah mereka sendiri.

Siang malam mereka bekerja menargetkan apa yang mereka targetka atas umat ini. Seteliti mungkin setiap rencana mereka jalankan dan evaluasi hasilnya. Tahap demi tahap mereka menyusun kemenangan besar atas bumi pertiwi. Rupanya Allah swt tidak rela umat yang masih mencintai Al Quran ini dihinakan. Allah gelincirkan mereka lewat kesombongan salah satu komplotan mereka sendiri. Jadilah mereka kebingungan kesana - kemari.

Untuk para singa umat, selamat berjuang! Tetap kawal dan pegang kemenangan ini. Jangan lalai dan terkecoh meski saat ini berada di atas angin. Semoga perjuanganmu menjadikan Alquran sebagai pembelamu kelak. Doa kami di sini menyertaimu.

Akhukum fillah yang tak bisa berada di antara barisanmu. Imam Igoz Gazali.

sile bace lengkapnye >>

Minggu, 10 Juli 2016

Menemukan rasa Lain Sebuah Musibah (Alhamdulillah ala Kulli Haal)

bacalah DENGAN NAMA Tuhanmu....

"ALHAMDULILLAH ALAA KULLI HAAAL"

Di kehidupan masyarakat Najd _Riyadh dan sekitar_ mungkin juga di Hijaz _Makkah, Jeddah, Thaif dan sekitar_ apabila seseorang terkena musibah, maka kerabat, rekan dan orang-orang yang mendengar beritanya akan bersimpati dengan mengingatkan si tertimpa dengan kata "alhamdulillah". Mereka biasanya akan berucap, "Katakan alhamdulillah". Terkadang mereka juga dengan simpati mengatakan alhamdulillah secara refleks setelah beistirja' atau ber"innalillah".

Tentu saja, bagi saya yang orang Indonesia, ini adalah hal "baru" yang cukup menarik. Pasalnya kita sama-sama tahu apa yang akan terjadi jika seseorang mengatakan alhamdullillah di depan kawan, kerabat atau orang yang kita kenal yang justru akan dianggap tidak bersimpati atas musibahnya, atau bahkan bisa menyulut permusuhan karena dianggap menghina atau bahagia atas penderitaannya.

Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung kata pepatah. Artinya, dimana kita hidup, di situ kita harus mengikut aturan dan adat masyarakat setempat atau dalam kaedah fiqh nya; al aadah muhakkamah.

Saya tidak bisa menyalahkan beberapa kawan yang mengucapkan alhamdulillah atau mengingatkan saya mengucapkan alhamdulillah saat saya tertimpa musibah. Saya juga yakin ini adalah kebaikan, sebab nyatanya penduduk Najd baik-baik saja dengan ungkapan alhamdulillah sebagai bentuk simpati kepada sesama. Justru saya juga bahkan merasa lebih tenang, nyaman, tentram, ringan dan rileks setelah mengucapkan alhamdulillah. Tentu saja, alhamdulillah yang dimaksud bukan diiringi dengan tawa-tiwi atau raut muka bahagia lah kawan. Kita pasti bisa membedakannya, bukan?

Hal ini menjadi lebih menarik lagi jika kita mencoba merenung-kaji lebih jauh. Ternyata memuji Allah saat kita terkena musibah itu lebih nikmat dari meratapinya. Dan yang lebih penting lagi, akan membantu kita untuk lebih bersabar dalam mengahadapi ujian. Seakan ada energi yang mengalir dalam diri kita. Semakin kita yakin dan ikhlas dengan pujian itu, semakin besar pula energi itu. Saya yakin tidak akan ada musibah yang terasa besar dengan kalimat pujian ini.

Sampai saat ini, ketika ada musibah saya selalu mengucap alhamdulillah setelah beristirja' dan memohon pahala dan ganti yg lebih baik . Buktikan saja kalau tidak percaya.

Tentu saja, ini hanya berlaku pada seorang yang beriman. Kerena hanya merekalah yang mengerti dan merasakan kenikmatan memuji Allah swt, bahkan dalam keadaan sedih dan tertimpa musibah. Sungguh tidak akan baik dzikir kita sebelum kita merasakan nikmatnya dalam sedih atau bahagia.

Alhamdulillah alaa kulli haal, Segala puji hanya bagi Allah atas segala keadaan.Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?

Maha benar Allah dengan janjiNya. Jika engkau bersyukur, maka Dia akan menambahkan nikmatNya kepadamu.

Mengucap Alhamdulillah atas musibah adalah rasa syukur kepada Allah bukan karena musibahnya, tapi meyakinkan kita masih banyak nikmat lainnya yang harus kita syukuri.

Alhamdulillah saat musibah juga berarti segala puji hanya bagi allah yang menetapkan segala kebaikan. Yakinlah musibah saat itu adalah takdir terbaik dari allah.

Alhamdulillah saat musibah juga berarti syukur kepada Allah karena telah dilimpahkan salah satu bentuk kasih sayang Allah swt. karena sesungguhnya, ketika Allah cinta seseorang Dia akan mengujinya.

Dan masih banyak lagi makna dan manfaat Alhamdulillah saat kita tertimpa musibah. Maka akhirnya, Alhamdulillah alaa kulli haal..

Imam Gazali
(Kalau gaya ust Tahir Abu; Renungan di pojok Masjidil Haram 😆😆😆)

Makkah, Ramadhan 25th 1437 H
June 29th 2016 M
sile bace lengkapnye >>

Jumat, 24 Juni 2016

PERDAGANGAN YANG TAK AKAN PERNAH MERUGI

bacalah DENGAN NAMA Tuhanmu!

Perdagangan yang tak akan pernah merugi (Tijaratan Lan Tabur)

Bagi orang Yaman, khususnya Hadhramy, orang yang berduit atau kaya raya disebut Tajir (mungkin ini juga asal mula sebagian masyarakat indonesia memiliki synonim kata ini sebagai sebutan bagi orang kaya raya).

Secara harfiah tajir dalam bahasa Arab berarti pedagang. Konon, mereka menyebut seorang yang kaya dengan sebutan tajir yang berarti pedagang karena memang ada hubungan erat antara kekayaan yang berlimpah dan profesi mereka sebagai pedagang. Ya benar, 9 dari pintu rezeki adalah lewat perdagangan.

Tentu saja, tak semua pedagang sukes dengan perdagangannya, dan yang namanya perdagangan pasti ada untung-ruginya. Namun, barang siapa yang sanggup sabar dan bertahan dengan perdagangannya, maka dialah yang pantas menyandang predikat tajir yang sebenarnya. Dan jadilah ia orang yang kaya raya dengan hasil perdagangannya.

Hal ini sudah tidak asing lagi bagi setiap Hadhramy. Walhasil, masyarakat Yaman yang secara umum sebagai asal muasal Arab modern pun, tersohor dengan keahlian dalam bidang perdangan yang menjadikan mereka sukses dan kaya raya di perantauan. Barangkali, jika di Indonesia, mereka bisa disandingkan dengan suku Padang yang secara mayoritas juga mahir dalam mengelola perdagangan.

Begitulah kiranya teori yang ada tentang perdagangan. Jika tidak untung ya rugi. Jika tidak rugi, belum tentu untung. Jadi sebagai orang yang ingin benar-benar menjadi tajir, dia harus terus berusaha 2 kali lebih banyak agar dia beruntung, beruntung dan beruntung...

Namun, saudara seimanku, ternyata ada perdagangan yang tidak akan merugi. Ya! Benar sekali; berdagang dengan Allah swt.  Berdagang pada Allah swt.
Allah swt berfirman;
( إن الذين يتلون كتاب الله وأقاموا الصلاة وأنفقوا مما رزقناهم سرا وعلانية يرجون تجارة لن تبور ( 29 ) ليوفيهم أجورهم ويزيدهم من فضله إنه غفور شكور ( 30 )  فاطر : 29 - 30

"Sesungguhnya orang-orang yang membaca kitab Allah (Al Quran), mendirikan shalat dan menginfakkan sebagian dari yang Kami rezekikan kepada mereka dengan sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan, mereka mengharap sebuah perdagangan yang tidak akan pernah bangkrut.
Sungguh Dia akan menyempurnakan bayaran mereka dan menambahkannya dengan keutamaanNya. Sesungguhnya Dia maha Mengampuni lagi maha Mensyukuri." (QS. Fathir: 29 - 30)

Mari kita renungkan sejenak dua ayat ini. Begitu banyak sekali pelajaran dan hikmah yang bisa kita petik darinya. Pahami dan hayati setiap kalimatnya, kita akan menemukan banyak mutiara ilmu yang bermanfaat untuk kita dunia dan akhirat. Khususnya dibulan Ramadhan ini.

Rupanya kita semua ini adalah pedagang. Bukan hanya orang Hadhramaut, bukan hanya orang Padang, bukan hanya orang-orang tajir yang pedagang, tapi kita semua juga para pedagang yang bisa menjadi sukses dengan perdagangan yang tidak akan pernah rugi karena segala apa pun yang kita perdagangkan dengan Allah tidak akan pernah hilang dan sia-sia. Segala apa yang kita "jual" kepada Allah, sekecil apa pun, segampang apapun, semurah apapun kita mendapatkannya tidak akan pernah salah harga, bahkan Dia akan menambahkan "harga"nya dengan keutamaaNya.

Lihatlah dalam ayat di atas, "Membaca Al Quran" Allah sebutkan khusus dalam perdagangan ini. Dia memberinya "harga" sepuluh kebaikan dalam setiap huruf yang kita baca. Dan Dia melipat gandakan harganya di bulan Ramadhan ini. Harga itu pun akan terus berlipat-lipat sesuai dengan keutamaannya. Masihkah kita takut rugi? Trus, sudah sampai di mana tilawahnya di penghujung 2/3 Ramadhan ini?

Seberapa jauh kita tertinggal dari Imam Syafi'i yang khatam Al Quran 60x setiap Ramadhan?

Adakah tak terlalu jauh dari Imam Al Bukhari yang khatam sekali di siang Ramadhan dan 3x setiap malamnya?

Ataukah sedikit di belakang Imam Qatadah yang khatam setiap se pekan yang bila Ramadan tiba beliau juga khatamkan 3 hari sekali?

Mereka para ulama salaf adalah pedagang - pedagang kelas kakap yang sangat pandai sekali memanfaatkan kesempatan dan peluang.
Dalam salah satu riwayat disebutkan ketika 10 malam terakhir bulan Ramadhan, para ulama pendahulu kita seperti keluar dengungan lebah di rumah - rumah mereka. Ada yang Shalat sambil baca Al Quran, ada yang sedang sendiri baca Al Quran, ada yang sedang tasmi' dan mengajarkan Al Quran. Semuanya suara Al Quran.

Ahibbai fillah, mungkin kita juga tak jauh dari mereka. Sepuluh malam terakhir kita juga tambah sibuk bukan?
Rumah - rumah kita juga semakin ramai di sepuluh malam terakhir. Ada yang ramai dengan canda tawa, ada yang ramai dengan baju baru buat lebaran, ada yang ramai dengan sahur apa, ada yang ramai dengan suara lakban dan kardus buat perlengkan mudik, atau bahkan juga ada yang ramai dengan suara dengkuran di sana-sini karena sekeluarga tidur dan sama-sama mendengkur.

Sungguh membaca Al Quran bukan dagangan yang berat bagi kita. Jika pun kita tak sanggup mengkhatamkan seperti mereka, ingatlah Allah swt juga Maha Pemurah bagi pedagang kecil. Semua nya berharga sama jika kita dagangkan dengan Allah meskipun kita hanya bisa mengulang-ngulang al fatihah atau surat terpendek yang kita bisa. Allah tidak akan bosan membeli semua itu.

Habibi, Ingat harganya! 1 huruf 10 kebaikan. 1 kebaikan dibayar 10 kali lipatnya. Tidak akan rugilah dagangan kita.

Setelah menyebut membaca Al Quran, Allah mengiringkan shalat sebagai amalan yang juga tidak akan merugi. Mendirikan shalat artinya menunaikannya sesuai dengan tata cara dan waktu yang paling baik darinya.

Dan anehnya, di bulan Ramadhan seakan fokus kita lebih pada amalan puasa sedangkan shalat lebih banyak lalainya, khususnya shalat subuh dengan alasan mengantuk atau ketiduran setelah sahur.
Ya Rabb ampuni kami dari setiap shalat yang terlalai atau terakhirkan!
Shalat tidak bisa kita kesampingkan dari puasa. Keduanya adalah makanan Ruh yang harus kita penuhi selama kita puasa. Tidak berguna puasa kita jika shalat kita tinggalkan.

Itulah kondisi kita yang masih pedagang kecil, sedangkan bagi sang pedagang yang sudah mahir, shalat di bulan ramadhan adalah salah satu dagangan andalan. Tidak hanya menjaga dan menyempurnakan shalat fardhu, namun ditambah dengan berbagai macam shalat yang disunnahkan. Allahu Akbar, betapa beruntungnya!

Bukankah Allah swt menghargai setiap shalat yang kita jual kepadaNya dengan ampunan dosa yang lalu?

Rasul saw bersabda; "Barang siapa yang mendirikan shalat di bulan Ramadhan karena iman dan ihtisab (mengharap balasan dari Allah) maka akan diampuni baginya dosa-dosany yang lalu." HR. Muslim.
و
Lalu apa lagi dagangan mereka yang ga akan rugi dalam ayat di atas? INFAQ harta baik dengn terang-terangan atau dengan sembunyi - sembunyi. Masya Allah tabarakallah!

Habibi, Infaq itu mengeluarkan harta atau menyalurkannya semata karena Allah. Infaq lebih umum dari sedekah, namun para ulama tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dari infaq dalam ayat tersebut adalah menunaikan zakat yang diwajibkan (zakt fitrah dan zakat mal) dan juga bersedekah Tathowwu' baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.

Sekali lagi saudaraku, ingat harganya! sekecil apa pun, se sedikit apa pun, tidak akan hilang di hadapan Allah.
Saya tidak perlu menyebut harga sedekah itu di sini, terelalu panjang pembahasanya. Sedekah itu pun bahkan termasuk nafkah yang kita keluarkan untuk istri dan anak-anak kita. Semua ada harganya di hadapan Allah.
(وما تقدموا لانفسكم من خير تجدواه عند الله )
"dan kebaikan apa pun yang engkau persembahkan untuk diri kalian akan kalian dapatkan di sisi Allah)
(فمن يعمل مثقال ذرة خيرا يره )
(Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah dia akan melihtnya)


Well, ikhwah fillah, Inilah dagangan yang bisa saya jual kali ini mudah-mudahan laku mahal dan semoga bermanfaat.
Ramadhan karim alayna wa alaikum wallahu akram.

Imam Gazali Shafiudin

Makkah, Ba'da al jum'ah.
34 Juni 2016 / 19 Ramadhan 1347
sile bace lengkapnye >>

Selasa, 12 Januari 2016

Tahun Baru; Waktu, Optimisme dan Akidah yang Tergadai.

Tahun 2015 telah berlalu. Kini kita semua sudah sama - sama mengawali tahun 2016 masehi yang baru. Perhitungan hari demi hari tahun Gregorian telah kita mulai kembali. Demi terus menjaga eksistensi diri, kita harus terus mampu mengaktualisasi pribadi kepada nilai terbaik yang kita miliki. Terlebih identitas kita sebagai pemeluk agama tertinggi di muka bumi, Muslim. 

Sejatinya bagi kita, sekali lagi, seorang muslim, cukuplah tahun hijriyah sebagai perhitungan tahun laiknya yang telah Allah tetapkan perhitungannya sendiri dalam Al Quran dan As Sunnah. 

Jika kita benar - benar telah puas dengan kesempurnaan dan ketinggian ajaran serta peradaban agama kita, Islam, tentu saja permulaan tahun yang telah menjadi tren dunia ini tidak akan mampu menyita lebih banyak perhatian kita, apalagi sampai ikut - ikutan begadang demi menghitung detik - detik terakhir tahun yang lama, atau berhura - hura di lapangan dengan berbagai kemaksiatan dan foya - foya demi alasan kepuasan atau perpisahan. 

Boleh saja memakai perhitungan tahun kita dengan perhitungan Gregorian _ terlepas dari berbagai kekurangan dan kerancuan dari penanggalan tersebut_ karena memang tidak ada dalil yang melarang penggunaannya, akan tetapi salah besar jika kita lalu larut dan terlena dengan gaya hidup mereka dalam memperlakukan perhitungan hari. 

Kita sebagai muslim harusnya tahu bahwa manusia sebagaimana yang Hasan Al Bashri definisikan adalah kumpulan hari - hari, sehingga perlakuan kita pada hari yang kita miliki seperti halnya kita memperlakukan diri sendiri. Bagaimana kita menghargai hari, begitulah kita menghargai diri. Atau dengan pesan seorang Yong Ma, "You reap what you sow with your time" (kamu memetik apa yang kamu tanam dengan waktu yang kamu miliki) 

Islam adalah agama yang sangat tinggi dari sekedar sia - sia dan foya - foya di dunia. Islam adalah satu - satunya agama yang begitu intens dalam mengajarkan pemeluknya menghargai waktu. Maka sudah selayaknya kita senantiasa sangat berhati-hati dalam memperlakukan waktu karena setiap detiknya akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah swt.

Satu lagi, yang sangat berbahaya bagi seorang muslim dalam memperlakukan waktu khususnya di setiap permulaan tahun yang baru yaitu tersebarnya berbagai khurafat atau penyimpangan akidah yang berkaitan dengan perhitungan hari atau tahun seperti fengshui, shio, hoki dan seterusnya yang sejatinya bukan menguntungkan, akan tetapi malah merugikan serugi - ruginya. 

Hal ini harus menjadi perhatian kita bersama sebagai muslim mengingat ia nya sudah semakin mengkhawatirkan atau bahkan menjadi trend baik di kalangan orang - orang biasa maupun pejabat negara. 

Jelas sekali Allah swt dan rasulNya melarang kita percaya pada "'arraf" dan "kahin" (peramal/tukang tenung) karena memang inti dasar semua kepercayaan kita hanya kepada Allah swt. 
Jangankan percaya kepada mereka, datang kepada meraka saja kita akan kehilangan kepercayaan Allah swt. dengan tidak diterimanya ibadah kita selama 40 hari. Na'udzubillah! 

Akidah kita mengajarkan bahwa seorang muslim haruslah berusaha sebaik - baiknya dalam menjalani apa pun udaha dan profesi yang dijalani lalu memasrahkan segala hasil hanya kepada Allah swt yang maha Menentukan. 

Sehingga, misalkan ada seorang muslim yang ketika masuk tahun baru kemudian menggantung benda - benda aneh di depan rumah atau membeli burung tertentu nama, bentuk dan warnanya atau melepas ratusan burung merpati dan kodok atau mengubah arah masuk rumah dan lain sebagainya demi kelancaran dan kesuksesan dalam usaha maupun profesi, maka dia telah menukar agamanya yang penuh optimisme serta etos kerja terbaik dengan hal - hal yang mencederai kelogisannya dalam berfikir dan berusaha. Sungguh pertukaran yang merugi. 

Terlebih dari itu, dia telah mengotori akidahnya dengan hal yang dia sendiri pun tidak sepenuhnya yakin akan kebenarannya. 

Demikianlah bagaimana iblis dan para pengikutnya menjerumuskan manusia kepada kekafiran dan kesyirikan dengan senjata - senjata mereka seperti keputus-asaan, ketakutan, kemalasan, kelupaan, kelalaian dan keragu-raguan maka sudah selayaknya bagi kita untuk melawannya serta memohon perlindungan kepada Allah swt darinya. 

Semoga kita semua terhindar dari segala macam tipu daya syaitan yang terkutuk. Amin. 

Akhukum fillah Imam Gazali. 
Mekah, Rabu 25 Rabiul Awa 1437 / 6 Januari 2016
sile bace lengkapnye >>

Jumat, 04 Desember 2015

Hidup Melandak

bacalah DENGAN NAMA Tuhanmu....

Jumu'ah Mubarakah untuk setiap jiwa yang merindu syurga. Semoga Allah senantiasa merahmati kita selalu, amin.

Pagi ini saya akan berbagi sedikit tentang satu keindahan dalam menjalani hidup yang Allah ajarkan melalui seekor landak. Sungguh dalam kehidupan landak terdapat hikmah yang luar biasa bermanfaat bagi kita, selayaknya seekor gagak yang datang mengajarkan Qabil bagaimana mengubur jenazah saudaranya, jika kita mau berfikir tentunya.

Landak adalah hewan pengerat yang memiliki rambut tebal dan tajam seperti duri. Ia tercatat sebagai hewan pengerat terbesar ketiga di dunia dan tersebar di seluruh benua Asia, Afrika, dan Amerika seperti yang dirilis oleh Wikipedia.

Seekor Landak tidak mungkin merapat dengan landak lainnya di sebabkan duri-duri tajam di sekujur tubuhnya. Duri-duri tersebur tidak hanya sebagai pelindung diri dari musuh dan hewan pemangsa lainnya, bahkan juga menjadi "pelindung" dari pasangan dan anak - anak kandungnya sendiri...

Jika musim dingin tiba, dengan udara dingin yang lebih tajam menusuk dari duri-duri di sekujur tubuhnya, landak terpaksa saling merapat satu sama lainnya demi menghangatkan tubuh.

Itu artinya, secara otomatis mereka akan saling menyakiti satu sama lain dengan duri - duri di sekujur tubuh mereka.

Jika sekawanan landak itu telah merasa cukup hangat, mereka akan segera saling menjauh kembali, namun ketika dingin kembali menusuk, mereka akan segera merapat kembali..

Begitulah sepanjang siang dan malam musim dingin dalam kehidupan landak; antara saling mendekat dan menjauh satu sama lainnya.

Merapat terlalu lama bisa melahirkan luka parah pada tubuh mereka, sementara jika mereka tetap memilih menjauh dalam waktu yg lama bisa jadi udara dingin membunuh mereka.

Begitu pula kehidupan kita dengan orang - orang sekitar kita. Tak seorang pun dari kita yang tak "berduri" dan terbebas dari kesalahan yang mengitari...

Tentu kita sama sekali tidak akan dapat merasakan "hangatnya" kebersamaan jika kita tidak rela bersabar menanggung perihnya "duri - duri" orang lain, begitupun sebaliknya.

Oleh karena itu, siapa saja yg hendak mencari kawan tanpa kekurangan, selamanya dia akan hidup tak berteman. Bahkan, berlian yang indah dan mahal harganya, berasal dari bongkahan batu hitam tak berguna.

Inilah seni hidup yang diajarkan seekor landak kepada kita; seni  membutakan diri, seni melupakan, dan seni memaafkan kesalahan - kesalahan dan kekurangan orang lain.

"Lan Tahshul Alaa ad Daf-i, maa lam tahtamil wahza Asy Syauki."
(Engkau tidak akan merasakan kehangatan, selama tak mau menanggung perihnya tusukan duri)

Seni seperti ini adalah seni orang - orang sukses dan besar. Dimana kesalahan - kesalahan dan kekurangan kecil menjadi tak ada artinya demi tujuan - tujuan besar.

Bahkan Imam Ahmad bin Hambal berkata; 1/9 "Al Afiyah" ada pada sikap "At Taghaful" (melupakan dan memaafkan).

Semoga kita senantiasa terlimpahkan "al afiyah" dalam kehidupan kita. Selamat Jum'at, selamat melandak.

Akhukum fillah, Imam Gazali.
Riyadh - Jumu'ah pertama di awal musim dingin,
4 Desember 2015 / 21 Safar 1437 H

*terinspirasi dari kitab "Hikmatul Qanaafidz" karya Dziab Abu Sara

sile bace lengkapnye >>