AHLAN WA SAHLAN HUNAA....

Minggu, 16 Agustus 2015

Falsafah Gila

bacalah DENGAN NAMA Tuhanmu....

Seperti biasa, karena sedang senggang, rasanya ingin sekali menulis sebanyak-banyaknya. Tap apa daya, keterbatasan waktu yang ada saya hanya bisa menulis ini,

Komentar (lain) untuk JIL; Tentang Berfalsafah.

Satu lagi yang ingin saya komentari tentang Jaringan Islam Liberal, yaitu tentang kegemaran mereka berfalsafah;
"Man laa ya'riful mantiq, lam yutsaq bi ilmihi" __Yang tidak mengetahui mantiq, ilmunya tidak dipercaya (diragukan), begitu kira-kira artinya__ kata mereka mengutip perkataan Al Imam Al Ghazali (450 - 505 H).

Sebelum saya melanjutkan berkomentar, saya ingin bertanya pada orang yang ngaku-ngaku hobi mantiq itu, apakah perkataan Al Imam Al Ghazali yang dibawa-bawa ke mana-man tersebut berarti "Jadilah kamu orang-orang keblinger. Eh, maaf Liberal."?
tik tok... No answer... tik tok...
Yasudah, dari pada nunggu lama lebih baik saya kasih tahu jawabannya yaitu;  _sesuai ilmu mantiq_ TIDAK. Tidak ada satupun kata dalam kalimat itu yang mengarah pada makna menjadi keblinger, eh maaf sekali lagi, maksudmya liberal.

Bagaimana mungkin kalimat tersebut disimpulkan sedemikian rupa dan menjadi dalil atau hujjah mereka dalam mempertahankan keblingeran mereka? inilah kenapa saya katakan dalam komentar pertama bahwa mantiq mereka ini tidaklah se-mantiq yang mereka kira. Jauh sekali tafsir yang mereka simpulkan sehingga keluar dari eksistensi kalimat tersebut dan mengarah pada pemalsuan atau pencorengan nama baik.
Bahkan jika membaca karya besar beliau (Hujjatul Islam Al Imam Al Ghazali) yang berjudul "Tahafut Al Falasifah" justru makna perkataan beliau itu beliau adalah sebaliknya.

Apakah dibenarkan dengan alasan kebebasan beride dan berkreasi dalam berpikir dan berperilaku memalsukan dan memlintir dan atau mencoreng nama baik seseorang?

Inilah salah satu kecacatan berfikir yang sangat akut. Kekongsletan stadium tinggi yang membinasakan. Bahkan orang gila saja masih bisa berpikir lebih baik darinya.

Baiklah, anggap saja ini sebagai salah satu "kesesatan" dalam bersalsafah. Dan inilah pokok madalah yang ingin saya komentari.

Seperti yang pernah diungkapkan salah satu pemukanya, "Jika ingin menemukan kebenaran, lepaskanlah semua pakaianmu." Yang berarti, bagi yang ingin menemukan mana benar mana salah, mana baik mana buruk, mana halal mana haram, mana madu mana racun, jadilah gila terlebih dahulu dengan merasakan dan mencicipi semua itu...

Alhamdulillah! Segala puji hanya bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Saya bersyukur kepada Allah yang telah menurunkan Alquran, mengirimkan Nabi Muhammad SAW, memberi petunjuk pada para ulma,  untuk mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk sehingga tak perlu saya lama-lama ataupun harus gila dahulu untuk membedakannya.

Orang-orang ini (liberal) memilih jalan terjal dan panjang serta lebih banyak menyesatkan ketimbang sampai pada tujuan dibanding jalan yang mudah, cepat serta pasti sudah sampai pada tujuan hanya karena satu alasan; kepuasan.

Tak ada salahnya jika kita mencoba menikmati semua anugerah yang Allah berikan dalam hidup ini; termasuk dalam menggunakan akal yang kita punya sebagai anugerah paling berharga bagi kita. Toh Allah memang membebaskan kita memakainya. Namun harus diingat baik-baik, semua dalam hidup ini adalah pertaruhan dan semua ada harga yang harus dibayar. Mempertaruhkan pertanggung jawaban akal kelak dengan hanya kepuasan sungguh merupakan pertaruhan yang sangat mahal.
Seharusnya mereka sadar bahwa hidup ini tak selalu tentang kepuasan, dan bahwa menerima ketidak puasan sebenarnya memiliki arti kepuasan di sisi lainnya.

Sejujurnya, dulu saya juga termasuk yang menyukai filsafat. Dulu, saat saya masih dalam masa-masa labil mencari jati diri. Ya, mungkin awal-awal otak saya berfungsi lebih baik untuk berfikir. Alhamdulillah, saya sadar dengan "keblingeran" saya setelah Allah tunjukkan kepada saya kesempurnaan dan kenyamanan menggunakan akal sesuai yang diajarkan Islam. Begitulah, mudah-mudahan dengan komentar ini, Allah juga mumbuka hati teman-teman pembaca untuk meninggalkan "keblingeran" mereka.

Sekali lagi, ini hanya komentar. Ada baik dan mungkin banyak kurangnya. Mudah-mudahan bisa bermanfaat.
Wassalam 'alaykum.
Jumat, 14 Agustus - Riyadh. 
sile bace lengkapnye >>

Jumat, 14 Agustus 2015

Petunjuk Nabi dalam Memperlakukan Belahan Hati

bacalah DENGAN NAMA Tuhanmu....
Alhamdulillah, khutbah Jumat barusan membahas tentang kehidupan berkeluarga, tambahan bekal bagi saya pribadi dalam mempersiapkan rumah tangga dan ingin saya share di sini buat kawan2 yang juga mau nikah, sudah nikah, duda ataupun janda, atau boleh juga buat yang mau nambah... hee

*ciyeeee yang mau nikaah.
**iya doong mau, masa mau jomblo truss? yuk nikah... xp
*kabuuur
**=__=! cemen, gertak sikit aja langsung kabur. huh! dahlah, lanjut bahas khutbah... gini nih kalau orang jomblo ngomongin nikah, ada aja yang ciye ciye... _curcol dah ah, aiih salah fokus dr tadi...

Astaghfirullah!! Ampuni mereka ya Allah. Amin.

Kembali ke... bukan leptop, jadul banget sih. Sekarang dah jamannya Ipad dan Tab kali, wkwk

Baik, kita lanjut. Maaf selingannya agak garing-garing gosong, biar agak santai. Khususnya buat yang sudah kebelet nikahnya. Biar gak terlalu ngebet...

Kali ini khatib jum'atan membahas tentang perlakuan suami kepada istri sesuai dengan sunah Nabi. Senangnya mendengarkan khutbah ketika jumatan di sini, Riyadh, adalah tema-tema khuthbah yang dibawakan selalu inspiratif dan segar.
Menjadi dorongan sendiri untuk duduk di shaf terdekat untuk menyimaknya. Padahal sang khatib tidak pernah diganti kecuali sedang berhalangan.
Berbeda dengan di Indonesia yang kebanyakan masih selalu membuat ngantuk meskipun khatibnya diganti setiap pekan. Tidak heran jika ada jama'ah yang marah - marah kalau 2 khutbahnya lebih dari 15 menit karena terhitung sudah kelamaan.

Dalam khutbah tadi, khatib membahas tentang sebuah hadits yang  menjadi salah satu kaedah atau bisa dikatakan tips untuk membangun cinta dalam rumah tangga. (Yang masih bujangan atau gadis dengarkan baik-baik. hee)
Hadits tersebut adalah sebagai berikut;
لا يفرك مؤمن مؤمنة، فان كره منها خلقا، رضي منها اخر...  (رواه مسلم)
"Janganlah seorang mukmin membenci seorang wanita mukminah (maksudnya istrinya) , jika dia tidak suka dengan satu akhlaknya, dia akan ridha dengan (akhlak) yang lainnya." HR. Muslim.

Menurut An Nawawi, hadits tersebut bermakna larangan, bukan menafikan. Karena pada kenyataannya, banyak muslim yang masih membenci istrinya sedemikian rupa hingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga, atau bahkan keretakan yang berujung pada perceraian. Sehingga, masih menurut beliau, membaca kalimat di atas dengan cara menjazmkan kata "yafraku" menjadi "laa yafrak" tersebab "laa"nya adalah "laa nahi" yang bermakna larangan.

Tentu saja hadits ini tidak melulunya tentang suami pada istri, namun juga sebaliknya, seorang istri pada suaminya. Namun termasuk dari keindahan hadits tersebut adalah dikhususkannya seorang suami dalam memperlakukan istri. Bahwa pada kenyataannya, kebanyakan suami gagal paham dengan istrinya. Bahwa yang dia nikahi adalah seorang wanita biasa. Bukan wanita super yang perfect dan sempurna. Yang Rasul gambarkan bengkok dan miring seperti tulang rusuk sebagaimana ia diciptakan. Jika dia keras meluruskannya ia akan patah, jika dibiarkan dia akan tetap demikian. Sehingga, cara tebaiknya adalah membimbingnya dengan ilmu dan kesabaran.

Barangkali, bayangan seorang istri yang sempurna tanpa cela yang dia angankan sebelumnya menjadikan dia kecewa dengan apa yang ia temukan setelah ia menikah karena selalu lebih rendah dari yang diangankan.

Perasaan yang kadung terbangun indah dan istimewa, menjadikan dia lupa bahwa yang dinikahinya adalah wanita biasa yang tetap penuh kekurangan setinggi apapun pendidikannya, semempesona apapun keindahannya, terpandang apapun keluarga dan sukunya, dan lain sebagainya dari sifat-sifat kesempurnaan.

Tidak kawan, tidak ada wanita sempurna tanpa cacat yang kau dambakan itu di dunia ini. Wanita seperti itu hanya ada di syurga kelak. Yang jika kau beruntung, kau akan mendapatkan istrimu ketika engkau di dunia. Bahkan meskipun engkau sudah merasa mencintainya sekian rupa pun pasti engkau akan menemukan kekurangannya.

Jangan tertipu dengan kisah-kisah para suami yang seakan-akan sudah menemukan istri yang sempurna, mereka itu pasti telah mengamalkan hadits diatas, hanya saja mereka tidak mau membagikannya. Barangkali, terlalu sayang terhadap istrinya sehingga lupa kekurangan-kekurangannya atau bisa jadi memberikanmu peluang untuk belajar atau sebab lainnya yang mungkin bersifat pribadi.

Itulah kira-kira pelajaran yang saya petik sendiri dari khuthbah Jum'at tadi. Sebenarnya, masih banyak lagi hikmah yang bisa saya bagikan di sini jika bukan karena keterbatasan waktu yang menghalangi. Ada juga kisah hikmah yang mungkin lain waktu bisa disambung kembali.

Intinya, bisa saja istrimu cantik, pendidikan tinggi, perhatian, dan pintar, namun, ternyata dia seenaknya, suka ngomel, suka cari perhatian dan pelit. Bisa jadi. Jika sudah demikian liat KEIMANANNYA, lalu bersabarlah membimbingnya. Jangan langsung main pukul, talak apalagi cari istri tandingan.

Sekian. Semoga manfaat.
Imam Gazali. 
sile bace lengkapnye >>

Minggu, 09 Agustus 2015

Komentar saya tentang Liberalisme

bacalah DENGAN NAMA Tuhanmu....
Bismillahirrahmanirrahim. Kali ini saya ingin berkomentar sederhana tentang Liberalisme.

1. Dengan asma Allah saya memulai tulisan ini. Berharap nasehat bagi saya sendiri, juga pada orang-orang yang "mendengarkan kebaikan lalu mengikutinya."

2. Komentar ini khusus saya tulis, demi 2 hal; berkhidmat pada ilmu pengetahuan dan islam dan berlepas diri dari JIL dan kesesatan-kesesatan pemikirannya.

3. Biasanya (rujukan dari biasanya di sini adalah pengalaman selama berinteraksi dalam diskusi2, debat2 tertutup maupun terbuka, ataupun interaksi sehari2) orang2 liberal akan menggunakan jurus yang dengan terpaksa saya sebut dengan "remang2 istilah", yaitu mengaburkan makna liberal itu sendiri lalu dengan liberalnya meliberalkan orang lain serta membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar dengan satu kaedah pokok yang digembar-gemborkan, "kebenaran mutlak hanya milik Allah semata." (baca juga tulisan saya tentang hal ini di broigoz.blogspot.com)
Oleh karena itu, dalam komentar singkat ini, saya ingin menggariskan garis sederhana untuk menyeluruhkan definisi dan membatasi cakupannya.
Liberal yang saya maksud adalah setiap pemikiran atau cara berpikir yang lebih mengedepankan akal atas nash2 dalil yang diakui Islam sehingga secara bebas menerjemahkannya sesuai dengan bagaimana akal tersebut berjalan dan berhenti. Yang oleh para ulama Indonesia disebut dengan "Liberalisme agama.", serta telah sepakat diharamkan sesuai dengan keputusan MUNAS MUI tahun 2005.

4. Satu hal lagi sebagai pendahuluan, komentar ini saya tulis demi menghindari "debat membosankan" dengan mereka-mereka yang menjadi pengikut paham pemikiran orang - orang yang kecewa dan tidak puas dengan doktrin-doktrin agama sendiri yang sudah dirubah-rubah dan dipalsukan itu. Jadi, mohon dimaklumi jika ada kata2 atau kalimat yang "baper" alias bawa2 perasaan.

Saya bersyukur, di negara yang saat ini pemerintahnya memihak pada sekularisme dan liberalisme ini, masih ada orang-orang seperti ust Akmal Syafri (pendiri Indonesia tanpa JIL) yang senantiasa istiqamah mencounter gelombang liberalisasi pemikiran umat, terlebih para generasi santri mudanya.
Kenapa saya sebut generasi santri, sebab merekalah yang akhir2 ini _setidaknya satu dekade terakhir_ menjadi sasaran agen2 liberalist dalam menyebar luaskan paham mereka. Hal itu secara sederhana terbukti dengan berderetnya nama - nama santri yang menjadi corong sekaligus pimpinan dari para pemikir "keblinger" (meminjam sebutan pak Mahfud MD ketika menanggapi komentar "ngawur" salah satu tokohnya tentang ibadah umrah yang dianggap telah menjadikan agama mahal ) itu.

Apakah yang ingin saya komentari?

Pertama; Apakah pemikiran mereka benar-benar mengajak pada kebebasan? Jawaban saya TIDAK! Karena sejatinya mereka tengah dijajah Barat dan para "tentara" pemikirannya dengan pemikiran-pemikiran mereka. Hifzhun Nafs yang mereka terjemahkan dengan al hurriyah (kebebasan diri) sejatinya adalah kebebasan semu belaka.

Kalau boleh secara kasar saya sebut di sini, tak ada manusia di muka bumi ini yang benar-benar merdeka sepenuhnya. Manusia semua tercipta dengan status dan fitrah yang sama sebagai hamba. Namun, yang menjadi pembeda adalah siapa yang menjadi tuan mereka. Itulah yang menjadi pembedanya. Selama fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang saling mempengaruhi masih berlaku, pasti ada yang mempengaruhi dan dipengaruhi, dan siapapun yang dipengaruhi, dia sudah secara tidak langsung mengoyak kebebasan dan kemerdekaannya. Begitu pula dalam berpikir.

Saya ambil contoh real tentang perbedaan ini dari kondisi terkini antara Indonesia dan malaysia yang tercatat sejarah sama-sama bangsa yang pernah menyicipi pahitnya penjajahan, bedanya Indonesia dijajah Belanda sedang Malaysia dijajah Inggris. Perbedaannya pun sangat mencolok sekarang dalam banyak hal meskipun kedua bangsa ini terbilang masih serumpun dan sebudaya dengan bahasa, teritorial dan cuaca yang tak jauh berbeda. Bahkan, Indonesia lebih dulu merdeka dan terkesan bermartabat dibanding Malaysia (dengan kemerdekaan yang diraih tangan-tangan para pejuang dari pemerintah kolonial).

Apakah yang membedakan? Tentu selain usaha bangsanya, juga peran "tuan" sebelumnya.

Begitu pula dengan cara berpikir kita. Perang pemikiran atau ghazwul fikri yang belakangan selepas perang dunia ke 2 semakin berkecamuk, menjadikan kita terjajah dan terpengaruhi dengan sadar ataupun tidak oleh pemikiran-pemikiran luar. Inilah yang ingin saya sebut dengan "perbudakan pemikiran"; perbudakan termutakhir dalam perjalanan jatuh-bangunnya peradaban manusia. Kenapa demikian? karena terpengaruhi, mengekor, mengikuti, atau berpasrah identik dengan penghmbaan.
Terkait dengan hal ini, saya ingin mengutip perkataan historis Rib'ie bin Amir yang sangat terkenal itu:

"Untuk mengeluarkan manusia dari menghambakan diri pada para hamba, kepada penghambaan total kepada Sang Pemilik hamba."

Oleh karena itu, sekarang tinggal memilih, ingin dijajah pemikiran bangsa lain atau "dijajah" dengan bermartabat selayaknya hamba Sang Pemilik seluruh pemikiran...

Sekian, semoga bermanfaat. komentar lainnya segera menyusul, salam kebebasan. Allahu Akbar. 
sile bace lengkapnye >>