AHLAN WA SAHLAN HUNAA....

Jumat, 01 Maret 2013

BAB 13: SHALAT JAMAK DAN QASAR

bacalah DENGAN NAMA Tuhanmu....

Pada bab 6 yang lalu di semester pertama telah dijelaskan tentang kewajiban melaksanakan shalat fardhu pada waktunya. Tidak boleh diawalkan dan tidak boleh diakhirkan. Sehingga, apabila ada orang yang mengerjakan 5 shalat fardu atau salah satu darinya di luar waktu yang sudah ditetapkan makan shalatnya tidak sah.
Namun demikian, Allah SWT masih memberi kemudahan dan kemurahan kepada kita dalam melaksanakan shalat, yakni di antaranya dengan cara jamak dan qasar, khusus bagi orang-orang dengan sebab-sebab tertentu yang telah ditentukan.
Ketetapan menjama' dan mengqasar ini didasarkan pada Al Quran dan Hadits Nabi Muhammad saw yang artinya sebagai berikut;
“Dan dari Ya’la bin Umayah ia berkata, ‘Aku pernah bertanya kepada Umar bin Khattab (tentang firman Allah SWT yang artinya), “maka tidaklah mengapa kamu mengqasar shalat(mu), jika kamu khawatir diserang orang-orang kafir (Q.S. An Nisa’: 101)” sedang manusia sudah dalam keadaan aman.’ Kemudian Umar menjawab, “Aku juga heran tentang hal yang kamu herankan itu.’ Lalu aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hal tersebut, kemudian beliau menjawa, ‘itu sedekah yang diberikan Allah SWT kepadamu, maka terimalah sedekahNya itu’” (H.R. Al Jamaah kecuali Al Bukhari)
Shalat Jamak adalah shalat yg dilaksanakan dengan mengumpulkan dua shalat wajib dalam satu waktu, seperti salat Zuhur dengan Asar dan salat Magrib dengan Isya. Adapun pasangan salat yang bisa dijamak adalah salat Zhuhur dengan Ashar atau salat Maghrib dengan Isya’. Salat jamak dibagi menjadi 2 bagian:
·         Jama' Taqdim, yaitu menggabung pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dan dikerjakan di waktu shalat yang pertama (seperti shalat Zhuhur dan Asar dikerjakan diwaktu zhuhur, atau maghrib dengan isya’ dikerjakan diwaktu magrib)
·         Jama' Ta'khir, yaitu menggabung pelaksanaan dua salat dalam satu waktu dan dikerjakan di waktu shalat yang kedua (seperti shalat Zhuhur dan Asar dikerjakan diwaktu Ashar, atau maghrib dengan isya’ dikerjakan diwaktu Isya’).
Sedangkan Salat Qashar adalah melakukan shalat dengan cara meringkas atau mengurangi jumlah raka'at shalat yang jumlahnya 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Dengan demikian, shalat-shalat yang dapat di Qashar yaitu; Zhuhur, Asar dan Isya’.
Sebab-sebab Shalat Jamak dan Qashar
Ada beberapa sebab yang membolehkan kita menjamak dan menqashar shalat, yaitu;
1. Sebab-sebab yang Membolehkan Jamak
a. Jamak ketika dalam perjalanan (musafir)
Nabi saw bersabda yang artinya: “saya bertanya kepada Anas bin Malik perihal mengqasar shalat. Maka ia berkata; “Rasulullah saw melakukan shalat dua rakaat kalau sudah keluar sejauh tiga mil atau tiga farsakh.” (H.R. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud)
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:
الجمع بين الصلاتين في السفر في وقت إحداهما جائز في قول أكثر أهل العلم لا فرق بين كونه نازلا أو سائرا.
“Menjamak dua shalat dalam perjalanan, pada waktu  salah satu dari dua shalat itu, adalah boleh menurut mayoritas para ulama, sama saja baik ketika dalam perjalanannya atau ketika turun (berhenti).”
b. Jamak ketika hujan deras
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata:  Al Atsram meriwayatkan dalam Sunan-nya, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, bahwa dia berkata: “Termasuk sunah jika turun hujan menjamak antara Maghrib dan Isya’.” Bukhari telah meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjamak antara maghrib dan isya’ pada malam hujan.” 
c. Jamak ketika Sakit
                Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata; “Menjamak Shalat lantaran sakit atau udzur, menurut Imam Ahmad, Al Qadhi Husein, Al Khathabi, dan Mutawalli dari golongan Syafi’iyyah, adalah boleh baik secara taqdim atau ta’khir, sebab kesulitan lantaran sakit adalah lebih berat dibanding hujan. Berkata Imam An Nawawi: “Dan Alasan hal itu  kuat.” 
2. Sebab-sebab yang membolehkan Qasar
1. Musafir (dalam perjalanan)
Syaikh Sayyid Sabiq berkata, “Seorang musafir itu boleh terus mengqashar shalatnya selama ia masih dalam bepergian. Jika ia bermukim (singgah) karena ada keperluan yang harus diselesaikannya, ia tetap boleh mengqashar sebab masih terhitung dalam bepergian, walau bermukimnya selama bertahun-tahun lamanya.”
2. Batasan Jarak Bolehnya Mengqashar Shalat di Perjalanan
Para ulama telah berbeda pendapat mengenai jarak perjalanan diperbolehkannya qashar shalat. Dalam hal ini ada lebih dari 20(dua puluh) pendapat. Namun pendapat dari Ibnul Qayyim t dan Ibnu Taimiyah t adalah yang paling mendekati kebenaran, dan lebih sesuai dengan kemudahan Islam. Al-Allamah Ibnul Qayyim t dalam Zadul Ma’ad fi Hadyi Khairil ‘Ibad juz I hal. 189 mengatakan;
“Nabi n tidak membatasi bagi umatnya pada jarak tertentu untuk mengqashar shalat dan berbuka. Bahkan hal itu mutlak saja bagi mereka mengenai jarak perjalanan itu. Sebagaimana Nabi n mempersilahkan kepada mereka untuk bertayamum dalam setiap bepergian. Adapun riwayat mengenai batas sehari, dua hari, atau tiga hari, sama sekali tidak benar.Wallahu A’lam.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t menjelaskan;
“Setiap nama dimana tidak ada batas tertentu baginya dalam bahasa maupun agama, maka dalam hal itu dikembalikan kepada pengertian umum saja, sebagaimana “bepergian” dalam pengertian kebanyakan orang, yaitu bepergian dimana Allah lmengaitkannya dengan suatu hukum.”
Jadi jarak yang membolehkan seseorang untuk melakukan mengqashar shalat adalah setiap orang yang dinamakan musafir secara tradisi, dan dia membutuhkan bekal dan kendaraan.
3. Tempat Mulai Diperbolehkan Mengqashar Shalat
Mayoritas ulama’ berpendapat bahwa, disyariatkan menqashar shalat ketika telah meninggalkan tempat mukim dan keluar dari tempat tinggal. Ibnul Mundzir t berkata;
”Aku tidak mengetahui bahwa Nabi n melakukan qashar dalam beberapa safar kecuali beliau telah keluar dari Madinah.”
Kesimpulannya, qashar dapat dilakukan jika;
1. sudah keluar dari daerahnya,  
2. jarak yang sudah layak, patut, dan pantas disebut sebagai perjalanan (safar). Mengingat dalil-dalil yang ada satu sama lain saling bertentangan. Inilah pandangan para Imam Muhaqiqin (peneliti) seperti Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim, Imam Asy Syaukani,  Asy Syaikh Sayyid Sabiq, juga Ustadz Ahmad Hasan dan lainnya.
3. Perjalanannya bukan perjalanan maksiat.
POIN-POIN PENTING
#Melaksanakan shalat lima waktu hukumnya wajib bagi setiap orang muslim laki-laki maupun perempuan sesuai dengan waktunya kecuali orang yang sedang berhalangan.
#Jika dalam perjalanan, shalat dapat dilakukan dengan cara jamak atau qasar, artinya digabung waktu pelaksanaannya atau diringkas jumlah rakaatnya.
#Melaksanakan shalat dengan cara jamak atau qasar hukumnya “MUBAH” (boleh). Sifatnya adalah ‘rukhshah’, yaitu kemurahan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-hambaNya, agar manuia tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan ajaran islam, utamanya shalat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan isi komentar antum antunna di sini: