AHLAN WA SAHLAN HUNAA....

Minggu, 09 Agustus 2015

Komentar saya tentang Liberalisme

bacalah DENGAN NAMA Tuhanmu....
Bismillahirrahmanirrahim. Kali ini saya ingin berkomentar sederhana tentang Liberalisme.

1. Dengan asma Allah saya memulai tulisan ini. Berharap nasehat bagi saya sendiri, juga pada orang-orang yang "mendengarkan kebaikan lalu mengikutinya."

2. Komentar ini khusus saya tulis, demi 2 hal; berkhidmat pada ilmu pengetahuan dan islam dan berlepas diri dari JIL dan kesesatan-kesesatan pemikirannya.

3. Biasanya (rujukan dari biasanya di sini adalah pengalaman selama berinteraksi dalam diskusi2, debat2 tertutup maupun terbuka, ataupun interaksi sehari2) orang2 liberal akan menggunakan jurus yang dengan terpaksa saya sebut dengan "remang2 istilah", yaitu mengaburkan makna liberal itu sendiri lalu dengan liberalnya meliberalkan orang lain serta membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar dengan satu kaedah pokok yang digembar-gemborkan, "kebenaran mutlak hanya milik Allah semata." (baca juga tulisan saya tentang hal ini di broigoz.blogspot.com)
Oleh karena itu, dalam komentar singkat ini, saya ingin menggariskan garis sederhana untuk menyeluruhkan definisi dan membatasi cakupannya.
Liberal yang saya maksud adalah setiap pemikiran atau cara berpikir yang lebih mengedepankan akal atas nash2 dalil yang diakui Islam sehingga secara bebas menerjemahkannya sesuai dengan bagaimana akal tersebut berjalan dan berhenti. Yang oleh para ulama Indonesia disebut dengan "Liberalisme agama.", serta telah sepakat diharamkan sesuai dengan keputusan MUNAS MUI tahun 2005.

4. Satu hal lagi sebagai pendahuluan, komentar ini saya tulis demi menghindari "debat membosankan" dengan mereka-mereka yang menjadi pengikut paham pemikiran orang - orang yang kecewa dan tidak puas dengan doktrin-doktrin agama sendiri yang sudah dirubah-rubah dan dipalsukan itu. Jadi, mohon dimaklumi jika ada kata2 atau kalimat yang "baper" alias bawa2 perasaan.

Saya bersyukur, di negara yang saat ini pemerintahnya memihak pada sekularisme dan liberalisme ini, masih ada orang-orang seperti ust Akmal Syafri (pendiri Indonesia tanpa JIL) yang senantiasa istiqamah mencounter gelombang liberalisasi pemikiran umat, terlebih para generasi santri mudanya.
Kenapa saya sebut generasi santri, sebab merekalah yang akhir2 ini _setidaknya satu dekade terakhir_ menjadi sasaran agen2 liberalist dalam menyebar luaskan paham mereka. Hal itu secara sederhana terbukti dengan berderetnya nama - nama santri yang menjadi corong sekaligus pimpinan dari para pemikir "keblinger" (meminjam sebutan pak Mahfud MD ketika menanggapi komentar "ngawur" salah satu tokohnya tentang ibadah umrah yang dianggap telah menjadikan agama mahal ) itu.

Apakah yang ingin saya komentari?

Pertama; Apakah pemikiran mereka benar-benar mengajak pada kebebasan? Jawaban saya TIDAK! Karena sejatinya mereka tengah dijajah Barat dan para "tentara" pemikirannya dengan pemikiran-pemikiran mereka. Hifzhun Nafs yang mereka terjemahkan dengan al hurriyah (kebebasan diri) sejatinya adalah kebebasan semu belaka.

Kalau boleh secara kasar saya sebut di sini, tak ada manusia di muka bumi ini yang benar-benar merdeka sepenuhnya. Manusia semua tercipta dengan status dan fitrah yang sama sebagai hamba. Namun, yang menjadi pembeda adalah siapa yang menjadi tuan mereka. Itulah yang menjadi pembedanya. Selama fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang saling mempengaruhi masih berlaku, pasti ada yang mempengaruhi dan dipengaruhi, dan siapapun yang dipengaruhi, dia sudah secara tidak langsung mengoyak kebebasan dan kemerdekaannya. Begitu pula dalam berpikir.

Saya ambil contoh real tentang perbedaan ini dari kondisi terkini antara Indonesia dan malaysia yang tercatat sejarah sama-sama bangsa yang pernah menyicipi pahitnya penjajahan, bedanya Indonesia dijajah Belanda sedang Malaysia dijajah Inggris. Perbedaannya pun sangat mencolok sekarang dalam banyak hal meskipun kedua bangsa ini terbilang masih serumpun dan sebudaya dengan bahasa, teritorial dan cuaca yang tak jauh berbeda. Bahkan, Indonesia lebih dulu merdeka dan terkesan bermartabat dibanding Malaysia (dengan kemerdekaan yang diraih tangan-tangan para pejuang dari pemerintah kolonial).

Apakah yang membedakan? Tentu selain usaha bangsanya, juga peran "tuan" sebelumnya.

Begitu pula dengan cara berpikir kita. Perang pemikiran atau ghazwul fikri yang belakangan selepas perang dunia ke 2 semakin berkecamuk, menjadikan kita terjajah dan terpengaruhi dengan sadar ataupun tidak oleh pemikiran-pemikiran luar. Inilah yang ingin saya sebut dengan "perbudakan pemikiran"; perbudakan termutakhir dalam perjalanan jatuh-bangunnya peradaban manusia. Kenapa demikian? karena terpengaruhi, mengekor, mengikuti, atau berpasrah identik dengan penghmbaan.
Terkait dengan hal ini, saya ingin mengutip perkataan historis Rib'ie bin Amir yang sangat terkenal itu:

"Untuk mengeluarkan manusia dari menghambakan diri pada para hamba, kepada penghambaan total kepada Sang Pemilik hamba."

Oleh karena itu, sekarang tinggal memilih, ingin dijajah pemikiran bangsa lain atau "dijajah" dengan bermartabat selayaknya hamba Sang Pemilik seluruh pemikiran...

Sekian, semoga bermanfaat. komentar lainnya segera menyusul, salam kebebasan. Allahu Akbar. 

1 komentar:

silahkan isi komentar antum antunna di sini: