AHLAN WA SAHLAN HUNAA....

Selasa, 17 November 2009

Di Balik Kegelapan Mobil Travel Kuningan-Jakarta.


Pagi ini, tinggal aku, pak supir dan seorang penumpang lagi yang tidak aku kenal. Seorang cewek muda yang dari celah-celah cahaya lampu jalan raya aku dapat melihat keremajaan dan kecantikannya. Tidak terlalu cantik memang, tapi tidak layak untuk dikatakan jelek.
Kami menuju arah Kebayoran. Semalaman kami melewati jalur pantura yang sedang senggang. Tadi malam kami berangkat dari Kuningan - Jawa Barat kira-kira jam 20.00 kurang. Sekarang sudah jam 03.00, lebih cepat dari yang dijadwalkan pihak travel yang menjadwalkan kami akan sampai jam 04.00. Mataku sudah kembali lelah mengawasi laju mobil yang melintas di bawah temaram kuning lampu jalan raya di jalur pondok kelapa ini. Ternyata Jakarta kelihatan lebih indah jika tanpa keramaian dan kemacetan. Seperti pagi ini. Baru beberapa menit sebelumnya aku terbangun setelah ‘hilang ingatan’ sejak dari Indramayu tadi. Uh, ingin rasanya aku sekarang sudah di Ma’had dan merebah di kasur springbat di kamar khirrijiin[1]. Uh, enaknya….
Aku kira supir travel ini mau ketempatku terlebih dahulu.
“Kebayorannya di mana mas?” Tanya supir itu seolah akan mengantarkan aku terlebih dahulu. Kalau mau ingat waktu mau berangkat tadi, sepertinya memang aku dulu yang harus diantarkan. Soalnya aku memang bukan penumpang terakhir dari travel ini. Memang seharusnya aku duluan. Yang dahulu tetap harus didahulukan. Ditambah jarak kami berada sekarang juga sudah sangat dekat dengan tempat tujuanku.
“Jl. Seha 2 pak, gang limo dari pasar Kebayoran ikut jalur 09.” Jawabku setengan girang menjawab pertanyaan palsu itu. Setelahnya, tidak ada lagi percakapan antara kami kecuali ketika supir itu menanyakan alamat tujuanku lagi. Kelak, di akhir perjalanan menjengkelkan ini.
Andaikan cewek itu memiliki alasan syar’i yang menjadikannya pantas untuk kami dahulukan, -mengingat aku bukan penumpang terakhir dari travel ini, juga jarak kami sekarang lebih dekat ke tempat tujuanku, dan kelihatannya dia juga tidak terburu-buru, ditambah aku yakin supir kolot itu tidak menganut paham orang-orang Inggris yang selalu mengutamakan wanita-, dan andaikan ketika di depan rumahnya aku tidak melihat pemandangan yang membuatku jijik itu, pemandangan yang semakin menyulut kekesalanku menjadi bara kemarahan, tentu aku tidak akan mau membuang-buang waktu dengan mempermasalahkan semua ini. Tapi, kata ‘andaikan’ memang kebanyakan digunakan untuk makna sebaliknya. Huh! Betapa sialnya hari ini…
Seharusnya detik ini aku sudah mulai melepaskan diri dari siksa perjalanan ini. Tapi supir tidak berdedikasi ini sepertinya ‘masa bodo’ dengan perasaan dan kelelahanku. Dia malah mengambil jalan ke kiri dan membelok ke arah Cipulir walaupun sudah sampai di pasar Kebayoran. Sungguh sangat tidak bisa diterima akal sehat –jujur, waktu itu walaupun akalku sehat tapi sudah sangat kecapaian, jadi tidak sepenuhnya sehat. Yang sehat aja sudah tidak dapat menerima, apalagi yang kurang sehat. Gitu maksudnya-, supir ‘kerdil’ (maaf, kata ini mewakili kekesalanku yang sudah berwujud kemarahan) ini lebih mengutamakan penumpang yang tempat tujuannya lebih jauh dari tempat tujuanku yang tinggal 10 menitan lagi. Lebih 30 menitan kami meluncur setelah keluar dari keramain pasar malam Kebayoran Lama ke arah Cipulir.
Setelah melaju kira-kira 45 menitan barulah kami sampai di depan rumah sepi itu. Rumah yang tidak besar tapi bersusun. Di depannya terpampang baligho iklan salah satu produk perawatan rambut dan wajah. Tampak dari depan rumah itu jelas merupakan salon kecantikan kecil-kecilan. Cewek itu pun turun dari mobil dan mengambil barang-barangnya di jok belakang. Seperti halnya penumpang-penumpang sebelumnya, supir travel juga turun untuk mengambilkan barang-baran cewek itu. Hanya saja sekarang pemandangan yang aku lihat berbeda dari sebelumnya… ganjil… (kali ini aku malu untuk merasa memahami keadaan yang aku lihat.).
Pada mulanya aku perhatikan tidak ada hal-hal yang mencurigakan dilakukan cewek tak berkerudung ini dengan pak supir, malah seakan-akan sopir ini tidak mengenali cewek yang menurutku masih SMA atau mungkin baru masuk tahun pertama kuliah ini. Tapi aku terkejut melihat pemandangan ‘ganjil’ yang tidak aku inginkan itu dari balik kaca mobil travel yang gelap. Setelah membuka pintu pagar depan rumah, Cewek cantik itu memegang bagian belakang kepala supir yang menurutku pantas jadi ayahnya itu, lalu mencodongkan tubuhnya dan mencium lelaki paruh baya itu. Tepat di mulutnya. “Astaghfirullh!!” pekikku lirih dan mencoba tidak percaya apa yang telah aku lihat. Sungguh akal sehatku tidak dapat menerima pemandangan menjijikkan itu. Di sisi lain kekesalanku juga sudah mulai berubah kemarahan, jelas Kecapean yang aku rasakan menghalangiku berpikir jernih lebih lama lagi.
Pikiranku kembali menerawang dan mencoba menganalisa. Mungkinkah dia kakaknya? Atau ayahnya? Atau suaminya? Sangkalku pada diri sendiri mencoba berbaik sangka. Akan tetapi semua usahaku berhusnudzon itu terbantahkan hanya dengan satu kenyataan sebelumnya. Dari tadi pak supir sepertinya tidak mengenali cewek itu. Bahkan pak supir berulangkali menanyakan alamat dengan memanggil neng pada cewek itu. “di mana neng?”, “habis ini ke arah mana neng?”, “beloknya di jalan apa neng?” atau “di dieu neng nya’.” tanyanya sesekali dengan bahasa sunda. Si eneng juga kayaknya mengerti isyarat licik itu. Huh, Picik betul dia, memangnya aku bodoh?! Dasar otak sempit!!
Jika benar bagitu maka aku hanya akan teringat anekdot kepanjangan ‘supir’ yang sering aku dengar belakangan ini, dasar supir, alias ‘suka mampir’!!!. Begitulah ungkapan itu terngiang dibenakku.
Apakah supir itu tidak berfikir kalau aku juga memiliki sepasang mata yang melihat mereka? Biarpun gelap, aku dapat dengan jelas melihat bayangan mereka ciuman di balik kaca mobil. Bahkan aku melihat cewek itu menoleh kearahku seakan merasa tidak enak jika aku melihat perbuatan mereka.
Apakah supir itu juga tidak merasa bahwa selain aku juga ada Dzat yang senantiasa mengawasi dan memparhitungkan perbuatannya? Mungkin aku tidak akan melihat adegan itu lagi di lain kesempatan, dan memang aku juga tidak berniat menggunakan travel ini lagi setelah semua ini, tapi Allah swt. yang Maha melihat tidak akan pernah terluput atau terlupa akan setiap apa yang dia lakukan. Kemudian membalasnya dengan ancaman yang sudah diperingatkanNya kepada segenap manusia. SiksaNya yang teramat pedih tidak akan ditimpakan kepada orang baik lagi shaleh.
Aku kira setelah ciuman supir gak tau malu itu akan kembali masuk ke mobil dan meneruskan perjalanan mengantarkanku ke An Nu’aimy, akan tetapi sangkaanku kembali meleset. Sang supir malah ikut naik ke lantai atas bersama cewek murahan itu dengan alasan membawakan barang yang sebelumnya tidak pernah dia lakukan pada beberapa penumpang lainnya. Entah berapa menit aku menunggu dengan hati mendongkol di mobil travel jelek dan gelap ini hingga akhirnya supir itu turun dan masuk ke mobil.
Sekarang sudah jam 04.10. aku dan pak supir baru saja keluar dari gang tempat cewek tadi tinggal. Tidak tahu di mana tepatnya kami berada. Yang jelas daerah ini asing bagiku. Aku kira di sini juga bukan Cipulir. Mobil terus melaju sedangkan sang supir itu sepertinya sengaja membisu. Tak sepatah kata pun ia ucapkan lagi kepadaku setelah tadi pura-pura menanyakan tempat tujuanku. Barangkali dia masih punya malu. Ah!! Bagaimanapun malunya dia, pasti dia merasa ini akan berlalu. Aku pun sengaja membisu. Menerka-nerka kalimat apa yang akan keluar lagi dari mulut pembohong ini kepadaku.
Beberapa saat kemudian, di depan sana sudah ada pertigaan yang masing senggang. Hanya satu atau dua mobil mewah yang telihat disekitar. Mobil-mobil itu sudah barang tentu sengaja berangkat awal untuk menghindari kemacetan lalu-lintas Jakarta yang melegenda. Bagi mereka terlambat 10 menit karena terjebak macet adalah kerugian yang sangat besar di dunia ini. Bagi mereka 10 menit berarti 10 jt atau malah lebih. Time is money. Begitulah ungkapan yang tepat bagi mereka. Shalat subuh sudah barang tentu tidak menjadi kerugian lagi bagi mereka. Mana mungkin mereka shalat. Sekarang saja belum subuh, sesampainya di kantor mereka tidak akan sempat lagi untuk pergi ke tempat wudu’ atau shalat subuh dua rakaat. Itu Cuma buang-buang waktu saja.
Pak supir mengambil jalur ke kiri. Saya coba mengingat-ngingat. Perasaan tadi setelah keluar dari pasar Kebayoran mobil ini tidak pernah belok kanan di pertigaan. Lewat mana lagi ini. Pikiranku bertanya-tanya curiga dan tak mengerti. Aku lihat di depan semakin gelap karena rumah-rumah yang mulai jarang disepanjang jalur ini. Kuberanikan diri mengakhiri ritual keep silent yang sangat aku benci sedari tadi ini dan bertanya kepada pak supir.
“Lewat mana lagi ini pak.” Tanyaku lembut mencoba berkompromi.
Sungguh tidak seperti yang kukira sebelumnya. Pak supir bukannya menjawab, malah dia mencoba untuk mempercepat laju mobil rongsok itu seakan tidak mendengar pertanyaanku. Huh!! Apa yang ada dibenak sopir brengsek ini. Kalau dia mencoba mencari masalah, dia akan tahu dengan siapa dia akan berhadapan. Lihat saja nanti. Biarpun cuma dua tahun, dulu aku juga pernah menimba ilmu bela diri di kampong sana, Madura.
Aku mulai mengingat beberapa jurus yang sudah mulai aku lupakan karena sudah lama tidak di gunakan. Terakhir aku ingat pernah menggunakannya ketika mau dikompas beberapa anak brandal kacangan di sebuah gang kosong di daerah pasar minggu sekitar 3 tahunan yang lalu. Hehe, lumayan membuat mereka seidik terkejut walaupun aku juga hampir babak belur karena mereka main kroyokan, untung ada kakak seniorku yang juga dari Madura melintas di tempat itu dan preman-preman kecil itu pun melarikan diri karenanya.
Sekarang aku pikir kalaupun akan terjadi hal yang serupa, kalau satu lawan satu aku yakin dapat bertahan walaupun badan supir ini lebih kekar. “Kita coba nanti.” Pikirku.
Tiba-tiba mobil berhenti di sebuah pertigaan yang sangat sepi.  Tak terlihat satu mobil pun atau kendaraan lainnya yang melintas. Pikiranku mencoba bersiaga. “Disinikah?!” gumamku dalam hati. Akan tetapi, ternyata pak supir bertanya,
“kemana neh?!” katanya dengan nada setengah tinggi seperti nada orang setengah marah.
Aku juga masih curiga dengan perilaku supir ini. Jangan-jangan dia bertanya hanya untuk menciutkan nyaliku atau untuk melihat kesiapan mentalku. Guru bela diriku pernah bilang, ‘bagaimanpun hebatnya seorang pendekar, kalau mental bertarungnya sudah kalah duluan maka sudah jelas dia akan mudah dikalahkan.’ Maka aku menjawab pertanyaan supir itu dengan menatap lekat-lekat matanya dan dengan nada yang jelas pula. “Kebayoran Lama.” Kataku sambil memajukan muka ke arahnya.
“Ya kemana, ke kiri atau ke kanan?” tanyanya lagi dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya.
“Yah! Gimana sih? Masa supir travel gak tau jalur. Ya sudah kalo ke kiri ke mana, kalo ke kanan ke mana?” jawabku mencoba menutupi keasinganku pada tempat ini dengan nada tetap tegas. Aku ingat filosofi singa yang biasanya menerkam mangsa di daerah kekuasaannya, dan biasanya mangsa yang mudah adalah mangsa yang tidak mengetahui medan atau lapangan.
“Kalo ke kiri ke Pal Merah kalo ke kanan ke rumah sakit e… apa ya…, di perempatan tuh…”
“Rumah sakit Medika!!” potongku mengakhiri kelolaannya yang keliatan pura-pura lupa banget. Heh!! memang aku tidak tahu tempat ini, tapi kalau Pal Merah dan rumah sakit Medika mah sudah menjadi jalur yang sangat saya hafal selama di Jakarta.
“Ya udah ke arah rumah sakit medika aja!” kataku lagi dengan nada yang lebih kelihatan kesal dari sebelumnya. Mobil pun melaju kembali. Aku menang!
Setelah beberapa saat supir brengsek bertanya lagi. Mungkin masih mencari celah ketidak tahuan penumpang yang ternyata sudah siap ini.  
“Kemana?” katanya. “terus!” jawabku.
“Ini rumah sakit medika!” katanya lagi setengah membentak.
“iya terus! Emangnya saya bilang turun di sini?!” kataku penuh emosi. Mobil pun jalan kembali.
Setelah beberapa saat sopir brengsek bertanya lagi. “mana?”
“Jl. Seha 2 gang limo pak!” jawabku menjelaskan dengan detail.
“iya, mana?!, saya tidak tahu!” katanya lagi.  Huh!! Bener-bener brengsek supir ini (bener-bener!!, sumpah terus terang aku belum puas dengan hanya mengatakan orang ini brengsek, apa boleh buat perbendaharaan kata kasarku hanya sebatas ini.
“Terus…!, e… nah sini, sini…, eh bukan, terus lagi..., nah… sini di depan kan ada belokan, belok aja masuk, kemudian belok kiri, kemudian belok kiri lagi ntar stop di depan…” jelasku panjang sengaja mempermainkan. Di mana-mana juga stopnya pasti di depan kalau belum nyampek kataku dalam hati. Sang supir bodoh hanya mengikuti, kali ini dia tidak berkata lagi, sepertinya putus asa. Hehehe… tidak kukira ternyata dibalik kekekaran tubuhnya dia menyimpan kebodohan. Rasain lho!! Mank enak…  
Selang beberapa saat aku berkata lagi, “nah di sini, stop pak, e... bukan, depannya lagi…” hehe… permainanku hanya dibalasnya dengan seruan “ck…!” sedangkan hatiku berteriak-teriak kegirangan walaupun tidak dapat menghilangkan semua kekesalanku sebelumnya.
“Akhirnya aku sampai juga.” Gumamku mencoba melupakan seluruh kekesalan pagi ini. Aku melihat jam tanganku. Jam 04.30. “Telambat...” kesalku singkat.
Di depan kampus, pak satpam yang sejak dulu aku kenal bernama pak Rahmat baru terbangun dari tidurnya, sepertinya dia terbangun karena deru mobil berisik yang penuh polusi itu. Aku memaklumi jika pak Rahmat tertidur sejenak saat jaga malam, sebab beliau juga mengikuti kuliah sore di sini. Dengan biaya sendiri tentunya. Apalagi di sini merupakan daerah aman dari kejahatan.
Senyum pak Rahmat tersungging lesu setelah beberapa saat memandangiku pertanda dia kembali mendapatkan seluruh kesadarannya. “Gozali! Selamat datang…” katanya. Subhanallah walhamdulillah!! Seruku dalam hati. Nu’aimy…, bahkan satpamnya sebaik dan seramah ini……



Jakarta, 24 May 2009.
Imam Gazali
Di suatu pagi yang menakjubkan.


[1] alumni

2 komentar:

  1. Rencanaku, jika aku pulkam pagi ini di majalengka untuk mengantar jenazah kelg. aku akan kembali plg dg. jasa travel (nggak tahu jg travel apa tuh), namun setelah baca risalah ini kuurungkan niatku... sereeeem dan terbayang menjijikkan sekali plus menyebalkan .... mobil dan supirnya sama-sama rongsokan .... na'uudzubillaah...
    travel apa tuh namanya, mungkinkah ada travel jurusan Kuningan yang beretika indah ?????!!!

    BalasHapus
  2. Salam kenal. Perkenalkan kami CIREMAI TRANS.. Travel jajkarta cirebon kuningan.. berani berbeda itu hebat. cek yuk http://traveljakartakuningan.com

    BalasHapus

silahkan isi komentar antum antunna di sini: